Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Latar Belakang Munculnya Nasionalisme di Cina

Latar Belakang Munculnya Nasionalisme di Cina
Oleh: Kms. Gerby Novario
November 2013
Email: gerbynovario@gmail.com

Cina... bila kita menyebutkan satu kata yang cuma terdiri dari 4 huruf tapi dengan jutaan lembar sejarahnya. Cina atau juga disebut "Tiongkok" menjadi salah satu negara yang memiliki daya tarik tersendiri untuk dibahas dan juga memiliki kedekatan budaya dan sejarah yang panjang dengan negeri kita "Indonesia". Menjadi salah satu negara dengan jumlah populasi manusianya yang paling besar di dunia dengan berbagai budayanya. Pada Kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai Nasionalisme di Cina, ya sebenarnya tulisan ini merupakan tugas yang diberikan untuk mata kuliah "Asia Timur" dari pada materinya hanya tersimpan dalam lembar kertas hingga "buluk" lebih baik penulis masukan saja di web ini sekalian juga berbagi pengetahuan ke khalayak "maya" demi kemaslahatan umat. Oke langsung saja dibaca...


Gamabr 1. Negeri Cina (warna orange) dalam peta dunia. (Sumber: www.google/com/image)

Penyelewengan dan Kelemahan Dinasti Manchu.
   Dinasti Manchu memerintah di Cina pada tahun 1644-1911 M. Pemerintahan ini merupakan pemerintahan asing, karena bangsa Manchu sendiri bukan merupakan bangsa Cina asli. Maka tidak mengherankan bahwa rakyat Cina seperti bangsa yang terjajah di tanah sendiri dan merasakan penderitaan serta banyaknya keburukan dan penyelewengan penyelewangan, hal demikian yang membuat rakyat Cina bangkit untuk melawan dan membebaskan diri dari cengkeraman bangsa asing tersebut. Adapun penyebab-penyebab antara lain:

Read More...

a.   Sesudah kaisar besar dari dinasti manchu meninggal dunia, lenyaplah pula masa kemakmuran Cina, selanjutnya terjadilah kekacauan-kekacauan yang berpangkala adanya perebutan kekuasaan di antara putra-putra kaisar, kesempatan ini digunakan oleh bangsa barat guna mengeksploitasi kekayaan Cina. Banyak bangsa barat yang dengan paksa meminta diperbolehkan untuk mendirikan pabrik-pabrik serta pengusaan terhadap sumber-sumber mentah.
b.         Dinsati Manchu memerintah secara feodal dengan memperbudak rakyatnya. Seolah-olah menjual negara Cina kepada bangsa barat. Inilah salah satu yang menyebabkan rakyat Cina tidak lagi menaruh kepercayaan terhadap Dinasti Manchu. Ketidakpercayaan ini akan diwujudkan dalam berbagai pemberontakan, misalnya pemberontakan T’ai Ping
c.      Kekalahan Cina dalam perang melawan Jepang yang menyebabkan turunnya prestise bangsa dan negara Cina. Dulu sebagai “Guru” dan dikalahkan oleh bekas “muridnya”, kekalahan ini membuktikan kelemahan Dinasti Manchu. Dan kesempatan ini dipergunakan bangsa-bangsa barat untuk mejadikan daerah Cina sebagai daerah pengaruh mereka. Dan pemerintahan Dinasti Manchu tidak berdaya dalam menghadapi hal ini.
d.         Korupsi dan pemborosan yang merajalela, semuanya berpangkal dari tindakan ibu Tzu Hsi (kaisar janda tua) yang memiliki tentara nasional secara tidak sah untuk kepentingan pribadi. Tzu Hsi juga mengijinkan para pejabat untuk menjual jabatannya untuk kepentingan diri sendiri.

      Munculnya Kesadaran Bangsa Cina
               Perang Cina-Jepang membuka mata “Golongan Progresif”(Golongan Intelektual dan cendikiawan) di Cina, sehingga mereka bukan saja mengetahui bahwa Cina telah begitu lemah sehingga kalah dalam perang melawan bekas “muridnya” (Jepang), melainkan mereka juga mengetahui bahwa Jepang yang kecil itu telah menarik keuntungan dari ilmu pengetahuan barat sehingga dapat memodernisasi diri hingga akhirnya dapat memenangkan perang melawan Cina. Golngan progresiflah yang kemudian muncul membentuk suatu gerakan yang bercita-cita menggulingkan pemerintahan Manchu. Keburukan-keburukan dari para pembesar-pembesar Manchu banyak diketahui oleh golongan progresif memicu berkobarnya semangat nasionalisme di Cina. Kekalahan Dinasti Manchu dalam pergulatan militer atau perang dan diplomatik dengan negara-negara Barat menyebabkan “Golongan Progresif” yang revolusioner semakin agresif, mereka semakin merasakan saat-saat untuk bergerak sudah diambang pintu.
               Adanya kekacauan di Cina terlihat dari banyaknya peperangan yang kemudian diakhiri dengan perjanjian-perjanjian yang banyak merugikan pihak Cina. Hal tersebut semakin menyadarkan rakyat Cina bahwa meluasanya pengaruh bangsa barat akan sangat membahayakan.

Dr. Sun Yat Sen dan Nasionalisme Cina
Riwayat Singkat Dr. Sun Yat Sen.
               Dr. Sun Yat Sen merupakan salah satu tokoh nasional dalam sejarah Cina. Ia merupakan seorang negarawan Republik Cina dan sekaligus pemimpin revulosi Cina. Sun Yat Sen dilahiran di Suatu desa tani Hsiangshanhsien, provinsi Kwangtung pada 12 November 1866 M, nama lain dari Sun Yat Sen adalah Sun Wen. Pada masa kecilnya ia dikenal sebagai anak yang cerdas, dan berani menentang kebiasaan –kebiasaan yang kolot, mislanya kebiasaan mengikat kaki wanita supaya tetap kecil. 
                Dalam usia 13 tahun, ia pergi ke Honolulu mengunjungi abangnya. Di Honolulu oleh abangnya Sun Yat Sen dimasukkan ke sekolah bioskop (sekolah Kristen). Kemudian ia bersimpati dan ingin memeluk agama Kristen, akan tetapi ayahnya melarangnya dan bahkan ia dipanggil pulang ke tanah airnya tahun 1882 M, untuk selanjutnya membantu ayahnya bekerja d sawah. Di kampunnya Sun Yat Sen menghasut anak-anak muda untuk menentang kepercayaan berhala, misalnya mereka merusak patung-patung dewa, hal ini berakibat Sun Yat Sen diusir dari kampungnya. Pada tahun 1884 M Sun Yat Sen masuk ke Queen’s College di Hongkong dan lulus pada 1892 M. Pekerjaannya sebagai tabib tidak memuaskan hatinya, dan ia lebih tertarik pada bidang politik. Oleh karena itu pula ia memutuskan untuk berkecimpung di dunia politik dan hendak menggulingkan kekuasaan Dinati Manchu, yang telah membuat rakyat Cina menderita. 

          Sejak kecil beliau sudah dihadapkan pada negaranya yang kacau, dan merasakan betapa sengsara dan menderitanya rakyat Cina.Dalam perkembangan selanjutnya, Dr. Sun Yat Sen dikenal sebagai pemimpin bangsa. Bahkan sesudah revolusi politik berhasil menumbangkan kekuasaan Dinasti Manchu, ia diangkat menjadi presiden Republik Cina. Pada tahun 1925 Dr. Sun Yat Sen meninggal dunia setelah mengalami kekecewaan dan perjuangan berat. Selama 40 tahun ia mengabdikan diri untuk mencapai kemerdekaan dan persamaan bangsa Cina.

Ajaran Dr. Sun Yat Sen
         Dalam 1905 M Sun Yat Sen mengunjungi Eropa, tepatnya di Belgia. Di Brussel ia membentangkan ajarannya yang disebut San Min Chu I (Tiga Asas Rakyat). Ia mencita-citakan lenyapnya Dinasti Manchu dan selanjutnya Cina akan diatur dan diperintah oleh bangsa Cina sendiri. Pemerintahan yang diinginkan adalah Republik yang Deokratis. Cina harus merupakan negara kesatuan. Menurut Dr. Sun Yat Sen, demokrasi terdiri dari 3 dasar, yaitu:
1.      Min T’sen (Nasionalisme)
Sun Yat Sen menghendaki adanya suatu bangsa dan negara yakni bangsa/negara Cina sebagai satu kesatuan. Asas ini diletakkan paling atas karena langsung menyangkut bangsa-bangsa barat yang telah membagi bangsa Cina sebagai daerah pengaruh atau eksploitasi mereka.
2.      Min Chu (Demokrasi)
Pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Pemerintahan dijalankan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Sun Yat Sen menginginkan pemerintahan Cina yang baru adalah republik yang demokratis. Sehubungan dengan itu pemerintahan Monarki harus dilenyapkan karena dapat dipergunakan sebaga alat bagi para raja dan kaisar untuk melampiaskan kesenangannya. Perubahan bentuk pemerintahan ini hanya dapat dicapai dengan revolusi.
3.      Min Sheng (Sosialisme)
Min Sheng memiliki makna berarti penghidupan.

Dengan asas San Min Chu I, Sun Yat Sen bercita-cita setelah Manchu runtuh akan dibentuk satu pemerintahan pusat yang demokratis. Di samping itu, akan mengangkat harkat dan martabat bangsa Cina sejajar dengan negara-negara Barat. Ia berhasil mengadakan pendekatan kepada rakyat dan menghimpun kekuatan rakyat di Cina Selatan untuk menggulingkan Manchu. Pada tanggal 10 Oktober 1911 meletuslah revolusi di Wuchang (Wuchang Day) di bawah pimpinan Li Yuan Hung dan berhasil menggulingkan kekuasaan Manchu. Itulah sebabnya, tanggal 10 Oktober 1911 kemudian dijadikan hari Kemerdekaan Cina. Dengan Revolusi Cina 1911, berarti runtuhlah kekuasaan Manchu. Selanjutnya, pada tanggal 1 Januari 1912 Sun Yat Sen dipilih sebagai Presiden Cina yang baru. Saat itu, wilayah Cina baru meliputi wilayah Cina Selatan dengan Nanking sebagai ibu kotanya.
Cina Utara diperintah oleh Kaisar Hsuan Tsung (yang masih kanak-kanak) dengan didampingi oleh Yuan Shih Kai menyerahkan kekuasaan kepada rakyat Cina (12 Februari 1912). demikian berakhirlah kekuasaan Manchu di Cina. Wuilayah Cina Selatan dan Cina Utara berhasil dipersatukan. Yuan Shih Kai yang turut menandatangani penyerahan kekuasaan dan diberi kekuasaan untuk mengaturnya. Ia pun berambisi besar untuk menjadi presiden. Demi tetap tegaknya Republik Cina dan untuk terhindar dari perang saudara maka Sun Yat Sen mengundurkan diri dari jabatan presiden (15 Februari 1912) dan menyerahkannya kepada Yuan Shih Kai. Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Canton pada bulan Agustus 1912 dan mendirikan Partai Kuo Min Tang (nasional) dengan asas San Min Chu I.
Pada perkembangannya, setelah Yuan Shih Kai menjadi presiden, ia bertindak diktator seperti kaisar. Pada tahun 1916, Yuan Shih Kai meninggal sehingga memberi kesempatan Sun Yat Sen kembali memimpin Cina Selatan. Di Cina Utara kemudian berdiri Partai Kung Chang Tang (komunis) di bawah pimpinan Li Li-san sebagai tandingan Partai Kuo Min Tang. Sun yat Sen bercita-cita untuk menyatukan seluruh Cina, namun sayang citacitanya belum terwujud telah meninggal dunia ( 1925) dan digantikan oleh Chiang Kai Shek

Peran Dr. Sun Yat Sen Dalam Nasionalisme di Cina
      Salah satu tokoh nasionalis Cina adalah Dr. Sun Yat Sen. Dr. Sun Yat Sen merupakan tokoh nasionalis Cina ternama. Ia mencita-citakan Cina baru yang didasarkan San Min Chu I (Tiga Sendi Kedaulatan Rakyat) yaitu nasionalisme, demokrasi dan sosialisme.
Revolusi nasional di bawah pengaruhnya meletus di Wuchang 11 Oktober 1911. Mulanya revolusi ini berperan di Cina Selatan, sementara Cina Utara masih dikuasai orang Manchu (kaisar Pu Yi) dan para Warlord.   Demi membentuk Cina bersatu (utara dan selatan) ia rela menjadi presiden jendral Yuan Shih Kai 1911-1916 (salah satu Warlord yang berpengaruh). Sementara Dr. Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Kanton dan mendirikan KuoMinTang (Partai Nasionalis). Antara 1916-1922 di Cina terjadi kekacauan dan akhirnya dapat dipadamkan dan Dr. Sun Yat Sen menjadi preesiden sampai akhir hayatnya 1924.Pengganti Dr. Sun Yat Sen adalah Chuang Kai Shek.
Chiang berhasil mengalahkan panglima perang. Keberhasilan Chiang ditopang oleh cara agen komunis yang mempengaruhi rakyat(petani di Utara) untuk menentang para panglima perang. Tetapi Chiang khawatir kaum komunis akan berbalik menentangnya. Kemudian, dia memerintahkan pembantaian para pendukung kaum komunis. Jenderal Chiang Kai Sek dan kaum komunis walaupun telah berjuang bersamasama, tetapi satu sama lain tidak saling percaya. Salah seorang komunis yang bernama Mao Zedong selamat dari pembantaian itu. Kemudian dia memimpin perlawanan dengan membentuk pemerintahan yang berkiblat kepada Soviet. Akhirnya pasukan Mao berjaya. Tahun 1949, Mao mendirikan Republik Rakyat Cina (RRC). Sementara Chiang Kai Shek yang di dukung Amerika Serikat namun tidak di dukung oleh rakyat (petani) beserta pendukungnya meninggalkan Cina daratan maupun lautan melanjutkan pemerintahan menurut garis politik kuo Min Tang.
Nasionalisme China sendiri bisa dikatakan merupakan Nasionalisme yang memilki pendekatan berbeda dari Nasionalisme Negara/Bangsa lain yang cenderung terikat oleh Wilayah, Nasionalisme China menggunakan unsur Kebudayaan China sebagai factor utama Kohesifitas/perekat Masyarakat China, pendekatan Nasionalisme China secara Kebudayaan dengan sendirinya telah melegitimasi masyarakat China yang berada diluar wilayah Territorial Republik Rakyat China dan menembus Nasionalisme China melewati batas-batas Territorial Negara lain yang dihuni oleh Masyarakat keturunan China.
Rasa Etnosentrisme Masyarakat China terhadap kebudayaannya kemudian juga menjadi pemicu timbulnya perbedaan dan pergesekan kebudayaan antara masyarakat China dengan masyarakat local antara lain seperti yang pernah terjadi di beberapa Negara dikawasan Asia Tenggara seperti di Indonesia dan Malaysia.
Orientasi Negara China Modern (RRC) telah memiliki indikasi untuk membentuk sebuah kesatuan nasionalisme Masyarakat China bahkan untuk warga keturunan China yang berada jauh dari Wilayah jantung/pusat yaitu China Daratan, ikatan persatuan Nasionalisme China yang bersifat Universal telah mengkhawatirkan beberapa Negara yang memiliki warga negara keturunan etnis China, jaringan Masyarakat China selain diperkuat oleh rasa kesamaan budaya juga oleh dominasi bangsa China pada sector perekonomian, bahkan bukan rahasia lagi apabila beberapa Negara terutama Negara dikawasan Asia Tenggara kekuatan perekonomiannya dipegang dan dijalankan oleh mayoritas warga keturunan China, dominasi disektor perekonomian ditambah dengan bergabungnya Negara RRC kedalam WTO telah menambah interaksi sesama masyarakat Keturunan China melalui transaksi perdagangan Internasional yang makin mempererat rasa persaudaraan yang bisa mengarah kepada Nasionalisme China.
Dalam paradigm Hubungan Internasional, pendekatan kebudayaan dan menjadikannya sebagai premis utama sebagai pengikat Nasionalisme sangat bertentangan dengan paradigm realism, dimana power selalu diidentikkan dengan kekuatan Sesuatu Negara pada ruang lingkup territorial tertentu, bukan melalui kebudayaan yang bisa menembus batas territorial sebuah Negara, namun pada kasus China terjadi perbedaan paradigma, paradigm Realisme mengalami sedikit transformasi dimana rasa kebangsaan yag biasanya disatukan oleh rasa Kenegaraan namun malah disatukan oleh rasa Kebudayaan (Culture Nationalism), fakta empiris ini semakin memperkuat aliran pendekatan secara Sosiologis, salah satu pemikirnya yaitu Max Webber berpendapat bahwa ternyata Kekuatan Suatu Negara dan Bangsa sebenarnya berkorelasi dengan Kebudayaan dan Kesamaan secara Sosial, ketika ikatan secara sosiologi semakin kuat maka Kekuatan sebuah Bangsa dan Negara semakin kuat.
Namun Paradigm Culture Nationalism ini sendiri mendapat kritikan tajam, terutama dari para pemikir Realisme Klasik dan Neo-klasik yang masih berpendapat bahwa ikatan secara kenegaraan leih kuat disbanding ikatan secara kebudayaan, Tesis Samuel Huntington tentang Clash Of Civilization bisa menjadi rujukan aliran pendekatan secara kebudayaan, dibalik lemahnya dan kekurangan tesis ini dalam menghadapi kenyataan Sosial yang terus berubah, seperti Keturunan China/Tiong Hoa yang mendiami Wilayah yang jauh dari RRC, seperti di Indonesia mengalami asimilasi dengan budaya local dan dalam beberapa kasus orang-orang keturunan China ini malah memiiliki lebih rasa Nasionalisme terhadap Indonesia atau Negara dimana tempat dia dilahirkan (ius soli) bukan negara keturunan darahnya (ius sanguinis).
 _________________________________________________________________________________
Daftar Pustaka
Agung S, Leo.2012. Sejarah Asia Timur I. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Soebantardjo. 1956. Sari Sedjarah “Asia-Australia, Amerika-Eropah”. Yogyakarta: ______Bopkri.