Kekuasaan Soekarno vs Maklumat No. X 1945
Latar
Belakang
Perubahan Kekuasaan Konstitusional
Pertama: adalah keputusan penggantian sistem kabinet presidensiil dengan
kabinet parlementer. Sebab dengan demikian maka secara resmi mulai saat itu
kekuasaan Soekarno sebagai Kepala Pemerintahan dilucuti, yang tinggal hanya kekuasaan
sebagai Kepala Negara yang praktis kekuasaan sepenuhnya yang dimiliki Presiden
Soekarno secara Penuh terbagi ke Lembaga yang sederajat dengan Presiden.
Bersamaan dengan itu mulailah di
Indonesia berlaku demokrasi liberal. Perubahan sistem kenegaraan demikian itu
tercapai berkat usaha Wakil Presiden “Bung Hatta”, yaitu pertama-tama
dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X bulan Oktober 1945, yang
menyatakan bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat sebelum terbentuknya MPR/DPR melakukan
tugas legisltif. Dengan demikian KNIP dari lembaga pembantu presiden menjadi
lembaga yang sederajat dengan lembaga kepresidenan.
Kemudian KNIP yang dipimpin Syahrir ini
lebih berhasil lagi dalam mendorong Pemerintah – Wakil Presiden Hatta untuk
mengeluarkan Maklumat Pemerintah tentang pendirian partai-partai politik
(3Nopember 1945) dan pemberlakuan Kabinet Parlementer (14 Nopember 1945).
Seperti kita ketahui UUD 1945 menganut
sistem kabinet presidensiil, di mana presiden memegang kekuasaan sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Tapi dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil
Presiden No. X Oktober 1945, yang diikuti pengumuman Peraturan Pemerintah bulan
November tentang pendirian partai-partai politik dan pergantian sistem
presidensiil menjadi parlementer, maka akibatnya mulai saat itu , presiden
tidak lagi mempunyai kekuasaan atau hak menentukan kebijakan jalannya
pemerintahan, tapi hanya sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai simbol
atau tukang stempel. Semua kebijakan pemerintahan dijalankan oleh perdana
menteri bersama kabinetnya.
Sesungguhnya dengan dikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden No. X secara yuridis tidaklah serta merta harus
menghilangkan kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan, tapi hanya
perubahan status KNIP dari pembantu presiden menjadi lembaga legislatif yang sederajat
kedudukannya dengan presiden dan yang bersama-sama presiden mempunyai kekuasaan
membentuk undang-undang. Hal itu bisa dilihat dalam praktek ketatanegaraan
Indonesia di era pemerintahan Soekarno (setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959),
era Suharto (sampai 1998), dan pemerintahan-pemerintahan pada era reformasi, di
mana meskipun ada lembaga legislatif (MPR/DPR) presiden tetap memegang
kekuasaan konstitusional sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.
Dan dalam isi pembahasan makalah ini
Penulis berusaha menyajikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada
diri Penulis mengenai seluruh hal yang berkaitan dalam Maklumat Wakil Presiden
No. X 16 Oktober 1945, mulai dari “apa, mengapa dan bagaimana”, Penulis akan
berusaha menjelaskan dengan bantuan sumber yang ada.
Masalah
Bagaimana latar belakang keluarnya Maklumat No. X 1945?
Apa penyebab dikeluarkannya Maklumat Presiden No. X 1945?
Mengapa kebijakan Bung Hatta mengenai Maklumat Wakil Presiden No. X
dapat berpengaruh terhadap kekuasaan Presiden Soekarno?
Bagaimana dampak keluarnya Maklumat No. X 1945?
1. Latar
Belakang Keluarnya Maklumat No. X
Pada bulan oktober 1945, kelompok kiri
(sosialis) dalam KNIP[1]
yang dipimpin oleh Sutan Syahrir berhasil menyusun kekuatan dan mendorong
dibentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP). Langkah berikut
dari kelompok sosialis itu adalah mendorong terbentuknya kabinet parlementer.
Sebagai langkah awal pembentukan pemerintahan parlementer adalah mengubah
fungsi KNIP dari hanya sekedar badan penasehat menjadi badan legislatif yang
sebenarnya. Untuk tujuan itu, mereka mengumpulkan dukungan 50 buah tanda tangan
dari 150 anggotanya. Pada tanggal 7 Oktober 1945, petisi yang dihasilkan
diserahkan kepada Presiden Soekarno. Adapun alasan yang diajukan BP-KNIP untuk
memperkuat usulannya tersebut, sebagai berikut:
1. Adanya kesan politik bahwa kekuasaan
presiden terlalu besar sehingga dikhawatirkan menjadi pemerintahan yang
bersifat diktator.
2. Adanya propaganda belanda melalui
NICA[2]
yang menyiarkan isu politik bahwa pemerintah RI adalah pemerintah yang bersifat
fasis, yang menganut sistem pemerintahan Jepang sebelum Perang Dunia II. Oleh
karena itu, Belanda menganjurkan kepada dunia internasional agar tidak mengakui
kedaulatan RI.
3. Untuk menunjukkan kepada dunia
internasional, khususnya pihak sekutu, bahwa Indonesia yang baru merdeka adalah
demokratis, bukan negara fasis buatan Jepang. (Wawan, 2003:35)
Dalam kondisi politik yang belum stabil,
usul BP-KNIP tersebut diterima oleh pemerintah. Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan Maklumat Pemerintah No. X tanggal 16 Oktober 1945. Maklumat
tersebut ditandatangani oleh wakil presiden Moh. Hatta dalam kongres KNIP pada tanggal 16 Oktober 1945 dalam sidangnya
pada tanggal 16-17 Oktober 1945 di Balai Muslimin, Jakarta. Isi
maklumat tersebut terdiri dari 2 materi pokok berikut ini:
1. Sebelum terbentuknya MPR dan DPR, KNIP
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Dasar Haluan
Negara.
2. Berhubung gentingnya keadaan,
pekerjaan KNIP sehari-hari dijalankan oleh suatu Badan Pekerja yang dipilih
diantara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil
Presiden No. X tersebut, kekuasaan presiden, hanya dalam bidang eksekutif.
Dengan demikian, kedudukan presiden sebagai yang diamanatkan dalam UUD 1945
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. KNIP sebagai badan pembantu presiden
dan sebagai lembaga pengganti MPR dan DPR sebelum terbentuk, dapat berfungsi
sebagai badan legislatif(http://brainly.co.id/).
Ada suatu catatan menarik mengenai nomor
maklumat yang diterbitkan ini, latar belakang sebab kejadiannya, ketika
maklumat tersebut dibuat ternyata daftar urutan maklumat Wakil Presiden saat
itu tidak dibawa oleh Sekretaris Negara mr. (meester in de rechten) Gafar,
sehingga nomor urut maklumat tersebut untuk sementara tidak diisi dan hanya
ditulis Maklumat Wakil Presiden No. X (maksudnya X tanda silang, alias kosong,
belum ada nomor resmi) untuk kemudian kelak diganti dengan nomor urut yang
sebenarnya. Tetapi belakangan tanda X tersebut tetap tidak diganti oleh
sekretaris negara, selanjutnya maklumat tersebut latah disebut juga Maklumat
No. X (dibaca ‘sepuluh’). PPLN Den Haag
(http://ppln.nl/sejarah-pemilu-maklumat-hatta-nomor-x-tahun-1945)
2. Isi Maklumat Wakil Presiden
No. X
Maklumat Wakil
Presiden No. X[3]
KOMITE
NASIONAL PUSAT
Pemberian
Kekuasaan Legislatif
Kepada
Komite Nasional Pusat
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
SESUDAH MENDENGAR Pembicaraan Komite Nasional Pusat
tentang usul supaya sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat dibentuk kekuasaan yang hingga sekarang dijalankan oleh presiden dengan
bantuan sebuah Komite Nasional dengan bantuan Pasal IV Aturan Peralihan dari
Undang-Undang dasar hendaknya dikerjakan oleh Komite Nasional Pusat da supaya
pekerjaan Komite Nasional Pusat itu sehari-harinya berhubungan dengan
gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan bernama Dewan Pekerja yang
bertanggung jawab kepada Komite Nasioal Pusat;
MENIMBANG bahwa dalam keadaan yang genting ini perlu
ada badan yang bertanggung jawab tentang nasib bangsa Indonesia selain
Pemerintah;
MENIMBANG bahwa pasal tadi berdasarkan paham kedaulatan
rakyat;
Memutuskan:
Bahwa Komite Nasional Pusat sebelum terbentuk
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta
menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan
gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara
mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Jakarta, 16 Oktober 1945
WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MOHAMMAD HATTA
Dan setelah Maklumat Wakil Presiden No. X di atas
dikeluarkan dan ditandatangani oleh Moh. Hatta telah resmi dewan “Badan
Pekerja-Komite Nasional Pusat” atau yang disingkat BP-KNIP. Tidak lama setelah
keluar Maklumat No. X terdapat salah faham mengenai fungsi kerja BP-KNIP
dikhalayak umum, dikeluarkanlah surat edaran kedua mengenai Maklumat No. X yang
berisikan penjelasan mengenai fungsi BP-KNIP dibentuk sesuai maklumat tersebut.
PENJELASAN MAKLUMAT
WAKIL PRESIDEN NO. X[4]
Karena terbukti ada salah faham tentang kedudukan,
kewajiban, dan kekuasaan. Badan Pekerja Komite Nasional, yang dibentuk oleh
rakyat pada tanggal 16/17 Oktober 1945 berhubung dengan Maklumat Wakil Presiden
No. X, maka dengan ini diberitahukan kepada umum seperti berikut:
Dalam
Maklumat Wakil Presiden tersebut ditetapkan bahwa Komite Nasional Pusat,
sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan rakyat,
diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) dan mengingat gentingnya keadaan, pekerjaan Komite Nasional Pusat
sehari-hari akan dikerjakan oleh sebuah Badan Pekerja.
Menurut putusan ini maka Badan Pekerja berkewajiban
dan berhak:
a. Turut
menetapkan garis-garis besar haluan Negara.
Ini
berarti, bahwa Badan Pekerja, bersama-sama dengan Presiden, menetapkan
garis-garis besar haluan Negara, Badan Pekerja tidak berhak ikut campur dalam
kebijaksanaan (dagelijk beleid) Pemerintah sehari-hari. Ini tetap ditangan
Presiden semata.
b. Menetapkan
bersama-sama dengan Presiden Undang-Undang yang boleh mengenai segala macam
urusan Pemerintah. Yang menjalankan Undang-Undang ini adalah Pemerintah,
artinya: Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri dan Pegawai-Pegawai yang
dibawahnya.
Berhubung dengan perubahan dalam
kedudukan dan kewajiban Komite Nasional Pusat, mulai tanggal 17 Oktober 1945
Komite Nasional Pusat (dan atas namanya Badan Pekerja) tidak berhak lagi
mengurus hal-hal yang berkenaan dengan tindakan Pemerintah (uitvoering).
Kedudukan Komite Nasional Daerah akan
lekas diurus oleh Pemerintah (Presiden).
Kewajiban dan kekuasaan Badan Pekerja
yang diterangkan diatas (a dan b) berlaku selama Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat belum terbentuk dengan cara yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar.
Jakarta, 20 Oktober 1945.
BADAN
PEKERJA KOMITE NASIONAL
KETUA
SYAHRIR
PENULIS
SOEWANDI
3. Keterkaitan
Maklumat No. X Dengan Bung Hatta
Pada masa kekuasaan Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Hatta yang sebagai Dwi Tunggal[5]
Pemimpin Indonesia menjadikannya suatu bentuk pemerintahan negara yang unik,
pertentangan cara berpikir Bung Karno dan Bung Hatta membuat variasi dalam
keputusan yang diambil, Wawan Tunggul Alam dalam tulisannya mengibaratkan Bung
Karno dan Bung Hatta ini merupakan suatu koin bermata dua, beda pemikiran tapi sama tujuan “dwi tunggal yang dualistik”
(2003:ix), Soekarno revolusioner, Hatta reformis. Soekarno gandrung persatuan,
Hatta memandang persatuan hanyalah alat. Soekarno menghendaki negara kesatuan,
Mohammad Hatta ingin negara serikat. Soekarno anti-demokrasi parlementer,
sedangkan Mohammad Hatta pendukung demokrasi parlementer. Soekarno menganggap
voting merupakan tirani mayoritas, Mohammad Hatta menganggap voting merupakan
jalan mufakat. Hal demikian yang membuat dua tandem ini mendapat julukan “Dwi-Tunggal”.
Maklumat Wakil Presiden No. X 16 Oktober
1945 merupakan salah satu produk hukum yang dikeluarkan oleh Mohammad Hatta
yang menunjukan peran yang sangat besar dalam mengambil keputusan negara yang
pada saat itu sebagai tandem dan rival Presiden Soekarno(Wawan, 2003:23).
Uniknya ketika menandatangani Maklumat
Wakil Presiden No. X, Hatta menduduki posisi sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia. Indonesia kala itu memang memiliki model kepemimpinan yang unik
dengan dwi-tunggal(1945). Model yang tak sama sekali dimiliki oleh Negara lain
pada saat itu, hanya Indonesia. Hatta dan Soekarno yang dwi-tunggal memiliki
hak dan kekuasaan yang sama. Maka selaku Wakil Presiden, Hatta juga memiliki
kekuasaan menandatangani Maklumat No. X. Menurut Hatta, Maklumat No. X adalah
wujud dari ketidaksetujuan dari beberapa orang dengan partai tunggal yang akan
didirikan oleh Soekarno, sekaligus sebagai gambaran bahwa Indonesia merupakan
negara Demokrasi(Rosihan, 1985:63).
4. Dampak Keluarnya Maklumat No. X 1945
Seperti kita ketahui UUD 1945 menganut
sistem kabinet presidensiil, di mana presiden memegang kekuasaan sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Tapi dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil
Presiden No. X Oktober 1945, yang diikuti pengumuman Peraturan Pemerintah bulan
November tentang pendirian partai-partai politik dan pergantian sistem
presidensiil menjadi parlementer, maka akibatnya mulai saat itu , presiden
tidak lagi mempunyai kekuasaan atau hak menentukan kebijakan jalannya
pemerintahan, tapi hanya sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai simbol
atau tukang stempel. Semua kebijakan pemerintahan dijalankan oleh perdana
menteri bersama kabinetnya.[6]
Sesungguhnya dengan dikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden No. X secara yuridis tidaklah serta merta harus
menghilangkan kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan, tapi hanya
perubahan status KNIP dari pembantu presiden menjadi lembaga legislatif yang
sederajat kedudukannya dengan presiden dan yang bersama-sama presiden mempunyai
kekuasaan membentuk undang-undang. Hal itu bisa dilihat dalam praktek
ketatanegaraan Indonesia di era pemerintahan Soekarno (setelah Dekrit Presiden
5 Juli 1959), era Suharto (sampai 1998), dan pemerintahan-pemerintahan pada era
reformasi, di mana meskipun ada lembaga legislatif (MPR/DPR) presiden tetap memegang
kekuasaan konstitusional sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.
5. Kesimpulan
Seperti kita ketahui UUD 1945 menganut
sistem kabinet presidensiil, di mana presiden memegang kekuasaan sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Tapi dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil
Presiden No. X Oktober 1945, yang diikuti pengumuman Peraturan Pemerintah bulan
November tentang pendirian partai-partai politik dan pergantian sistem
presidensiil menjadi parlementer, maka akibatnya mulai saat itu , presiden
tidak lagi mempunyai kekuasaan atau hak menentukan kebijakan jalannya
pemerintahan, tapi hanya sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai simbol
atau tukang stempel. Semua kebijakan pemerintahan dijalankan oleh perdana
menteri bersama kabinetnya.
Sesungguhnya dengan dikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden No. X secara yuridis tidaklah serta merta harus
menghilangkan kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan, tapi hanya
perubahan status KNIP dari pembantu presiden menjadi lembaga legislatif yang
sederajat kedudukannya dengan presiden dan yang bersama-sama presiden mempunyai
kekuasaan membentuk undang-undang.
Dalam Maklumat Wakil Presiden tersebut
ditetapkan bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Dewan Perwakilan rakyat, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mengingat gentingnya
keadaan, pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari akan dikerjakan oleh
sebuah Badan Pekerja.
Menurut putusan ini maka Badan Pekerja
berkewajiban dan berhak:
c.
Turut menetapkan
garis-garis besar haluan Negara.
Ini berarti, bahwa Badan Pekerja, bersama-sama
dengan Presiden, menetapkan garis-garis besar haluan Negara, Badan Pekerja
tidak berhak ikut campur dalam kebijaksanaan (dagelijk beleid) Pemerintah
sehari-hari. Ini tetap ditangan Presiden semata.
d.
Menetapkan
bersama-sama dengan Presiden Undang-Undang yang boleh mengenai segala macam
urusan Pemerintah. Yang menjalankan Undang-Undang ini adalah Pemerintah,
artinya: Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri dan Pegawai-Pegawai yang
dibawahnya.
Berhubung dengan
perubahan dalam kedudukan dan kewajiban Komite Nasional Pusat, mulai tanggal 17
Oktober 1945 Komite Nasional Pusat (dan atas namanya Badan Pekerja) tidak
berhak lagi mengurus hal-hal yang berkenaan dengan tindakan Pemerintah
(uitvoering).
Kedudukan Komite
Nasional Daerah akan lekas diurus oleh Pemerintah (Presiden).
Kewajiban dan kekuasaan
Badan Pekerja yang diterangkan diatas (a dan b) berlaku selama Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat belum terbentuk dengan cara
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Rosihan. 1985. Musim Berganti. Jakarta:
Grafiti Press
Astuti,
Lina Nur. 2011. Perjuangan Politik
Mohammad Hatta Pada Masa Sistem _____Pemerintahan Parlementer(1948-1956). Surakarta:
USM
Tunggal
Alam, Wawan. 2003. Bung Hatta Dalam
Perkembangan Politik Indonesia. _____Yogyakarta: Logos Wacana Ilmu.
Yuliantri,
Rhoma Dwi Aria. 2012. DIKTAT Mata Kuliah
“Sejarah Indonesia Kontemporer”. _____Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Internet:
http://brainly.co.id/
*catatan kaki
[1] Komite
Nasional Indonesia Pusat, suatu badan atau lembaga yang menjadi penasehat
presiden pada awal pemerintahan Indonesia.
[2]
Netherland Indies Civil Administration, atau lembaga sipil pemerintahan Belanda
di Indonesia pada awal kemerdekaan yang masih berjuang untuk mendapatkan
kembali Indonesia ke dalam kekuasaan Pemerintahan Belanda.
[3] “Berita
Republik Indonesia Tahun I No. 2 Halaman 10 Kolom 3”, Nomor surat ini
sebenarnya ada riwayatnya adalah No. X bukan No. 10 seperti seringkali dimuat
dalam surat-surat resmi. Didalam usulnya, Rapat Komite Nasional pada tanggal
16-10-1945 ada ketentuan, bahwa nama dewan itu adalah “Dewan Pekerja” (Working
Comittee) dan Mr. Amir Syarifudin dan Sutan Syahrir diserahi wewenang dalam
memilih anggota dan membentuk Dewan tersebut.
[5]
“Dwi-Tunggal” duet atau tandem yang memiliki pemikiran yang berbeda terkadang
memiliki tujuan yang sama, bagaikan dua mata koin.
[6] Dikutip
dari http://www.korwilpdip.org/17DJUM241205.htm/ tulisan ini
terbitan dari artikel PDIP pada tahun 2012